Just another WordPress.com site

Archive for September, 2019

Tuhan meninggikan orang yang rendah hati

Oleh: Pdt. Adi Netto Kristianto

Di GKI Puri Indah, Minggu 1 September 2019

Lukas 14:1, 7-14

Allah mencipta manusia menurut gambar dan rupa-Nya sehingga setiap manusia memiliki segala yang ia butuhkan dalam menghadirkan eksistensinya dalam dunia yang Allah cipta. Namun demikian, entah kenapa manusia di dalam dirinya pasca kejatuhan telah mengembangkan suatu natur untuk ingin dilihat, dihargai dan diterima melampaui dari apa yang layak ia terima. Padahal jelas ada teguran dalam Alkitab: “Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu” (Yes. 2:11). Tinggi hati dan kesombongan telah menjadi wajah baru manusia yang ditampilkan dalam sebagian besar edisi relasinya. Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan maksud asali Allah dalam mencipta manusia. Allah ingin agar manusia mempermuliakan diri-Nya. Allah bermaksud agar manusia merendahkan diri dihadapan sang pencipta yang agung.

Istilah rendah hati dalam Alkitab Perjanjian Baru adalah tapeinos yang secara literal berarti tidak jauh dari tanah, sebagainsuatu kondisi rendah atau derajad yang rendah. Istilah yang sama dalam bahasa Inggris humility bersumner dari bahasa Latin, Humus, yang berarti tanah. Dengan demikian rendah hati adalah suatu kesadaran mengenai natur asali manusia sebagaimana Allah menciptakannya dari debu tanah dan mengenakannya dalam kemuliaan Allah yang adalah penciptanya. Inilah yang Yesus telah lakukan dalam keteladanan hidup-Nya, yang secara tepat dijelaskan oleh Paulus ketika berkata: “melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp. 2:7). Istilah mengosongkan berasal dari bahasa Yunani kenosis yang secara literal sama seperti sebuah gelas yang dari keadaan penuh kemudian dibungkukkan.

Pada bagian selanjutnya Paulus juga menjelaskan perendahan diri Yesus sebagai: “dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (ay.8). Istilah merendahkan diri disini berasal dari kata Yunani etapeinoo yang berarti membungkuk. Membungkuk sebagai suatu sikap menghormati, penerimaan dan pemberian diri untuk melayani.

Itulah yang Allah kerjakan untuk menyelamatkan manusia. Ia memberikan setiap hal dengan cara yang agar manusia mendapatkan keselamatan, yaitu dengan merendahkan Sang Putra Tunggal-Nya. Melalui keselamatan itu Allah memampukan manusia untuk mempraktekan keindahan hidup dalam kerendahan hati. Suatu praktek hidup yang seharusnya terus dikembangkan oleh karena inilah natur yang sesungguhnya Allah berikan pada manusia.

Merendahkan diri sebagai debu tanah yang hina yang oleh karena sedemikian rendahnya ia, maka Allah sendirilah yang akan berinisiatif untuk meninggikannya. Sebaliknya, bagi siapa saja yang meninggikan dirinya pastlah akan direndahkan oleh Allah.